Kutacane — Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara kembali bertindak tegas dalam upaya penegakan hukum. Seorang kepala desa aktif kembali ditahan atas kasus dugaan korupsi dana desa. Kali ini, giliran Kepala Desa Lembah Haji, Kecamatan Bambel, Kabupaten Aceh Tenggara, berinisial HM, yang harus berurusan dengan hukum.
Penahanan dilakukan pada Kamis malam, 9 Oktober 2025. Penyidik Kejari menggiring HM, yang tampak mengenakan rompi oranye khas tahanan, ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Kutacane untuk menjalani penahanan selama 20 hari ke depan.
HM ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2022 hingga 2023. Berdasarkan hasil audit Inspektorat Aceh Tenggara, negara dirugikan dengan nilai mencapai Rp476.692.348.
“Kami telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap tersangka HM dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana desa tahun 2022 dan 2023,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, Lilik Setiyawan, dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kejari, Kamis (9/10/2025).
Lilik mengatakan, proses penyidikan terhadap perkara ini telah dimulai sejak Mei 2025, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-01/L.1.20/Fd.1/05/2025 tertanggal 7 Mei 2025. Penyelidikan kemudian diperbarui dengan surat perintah baru per 10 Juni 2025, dan HM resmi ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor R-16/L.1.20/Fd.1/10/2025 tanggal 9 Oktober 2025.
Dalam kasus ini, HM yang menjabat sebagai pengulu kute diduga tidak menjalankan pengelolaan dana desa secara transparan. Bersama seorang aparat desa lain berinisial ZP yang menjabat sebagai Kaur Keuangan, HM mencairkan dana desa secara tunai dari Bank Aceh Syariah. Dana yang seharusnya diperuntukkan bagi pembangunan desa, sebagian besar justru digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Setelah pencairan dana, sebagian besar digunakan untuk kebutuhan pribadi HM, dan hanya sebagian kecil yang direalisasikan untuk kegiatan desa,” ungkap Lilik.
Lilik juga menegaskan bahwa HM menjalankan kegiatan desa secara sepihak, tanpa pelibatan perangkat desa lainnya maupun Badan Permusyawaratan Kute (BPK). Ia bahkan memaksa bawahannya untuk menandatangani laporan pertanggungjawaban (LPJ), termasuk dokumen kegiatan yang fiktif.
“Jika ada aparatur desa yang menolak menandatangani LPJ, HM mengancam akan memecat mereka,” ujar Lilik.
Dari hasil pemeriksaan, sejumlah kegiatan yang dilaksanakan tersangka juga tidak tercantum dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Kute (APBK) tahun 2022 dan 2023. Selain itu, banyak pengeluaran yang tidak disertai bukti pendukung yang sah sesuai ketentuan.
HM disangka telah melanggar Pasal 2 ayat (1), juncto Pasal 3, juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
“Untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut, tersangka HM kami tahan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas IIB Kutacane,” tutup Lilik Setiyawan.
Penahanan HM menjadi bagian dari upaya Kejari Aceh Tenggara dalam menegakkan hukum secara konsisten, terutama dalam pengelolaan dana desa yang menjadi perhatian publik di tingkat akar rumput. Kejari menegaskan bahwa penyidikan kasus ini masih akan terus dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain.
Laporan : Deni Affaldi